Oleh: Bernard Batubara
Pada pemilihan kepala daerah bulan depan, tepat jatuh pada hari Rabu tanggal 27 November 2024, seniman, budayawan, penggiat dan penikmat Seni budaya Kalimantan Barat patut menilik bagaimana potensi kebudayaan tercantum dalam paparan visi dan misi para calon gubernur dan calon wakil gubernur yang dapat dilihat dengan transparan dan akuntabel di laman Komisi Pemilihan Umum (KPU) wilayah provinsi Kalimantan Barat (Kalbar).
Wacana mengenai pemajuan kebudayaan di dalam visi dan misi ketiga pasangan calon (paslon), sepertinya memang tidak terframing secara tekstual oleh tiap pasangan. Namun yang tetap menariknya, barangkali pandangan kebudayaan tiap pasangan calon Cagub-Cawagub tersebut berbeda secara tekstual, atau bahkan berbeda secara makna?
Mari kita lihat terlebih dahulu pemaparan visi Misi mereka masing-masing.
Pasangan Calon nomor urut 1
VISI
Tuntasnya pembangunan infrastruktur dan perbaikan tata kelola pemerintahan menuju Kalimantan Barat maju, sejahtera, dan berkelanjutan
MISI
1. Memperkuat pondasi transformasi sosial, yaitu dengan meningkatkan pembangunan kesehatan, pendidikan berkualitas yang merata dan perlindungan sosial yang adaptif.
2. Memperkuat pondasi transformasi ekonomi, yaitu dengan meningkatkan produktivitas ekonomi, iptek, inovasi, penerapan ekonomi hijau, transformasi digital, integrasi ekonomi domestik dan global, perkotaan dan perdesaan sebagai pusat pertumbuhan ekonomi.
3. Memperkuat pondasi transformasi tata kelola, yaitu melakukan penataan terhadap regulasi dan tata kelola yang berintegritas dan adaptif.
4. Mewujudkan supremasi hukum, stabilitas, yaitu dengan melaksanakan hukum yang berkeadilan, menjaga keamanan, melaksanakan demokrasi substansial, dan menjaga stabilitas ekonomi makro.
5. Mewujudkan ketahanan sosial budaya dan ekologi, yaitu dengan menjaga kerukunan umat beragama, melestarikan kebudayaan, kesetaraan gender, masyarakat inklusif, lingkungan hidup berkualitas, berketahanan energi, air, dan kemandirian pangan, resiliensi terhadap bencana dan perubahan iklim.
6. Mewujudkan pembangunan kewilayahan yang merata dan berkeadilan.
7. Mewujudkan sarana dan prasarana yang berkualitas dan ramah lingkungan.
8. Mewujudkan kesinambungan pembangunan.
Pada pasangan nomor urut 1 ini, sepertinya wacana pemajuan kebudayaan terakomodir pada poin 5 misi mereka, yang sayangnya terbaca dan terlihat masih sebatas upaya pelestariannya saja. Pasangan nomor 1 ini agaknya memang mengandalkan kerja penuntasan pembangunan infrastruktur sebagaimana tertulis pada visi mereka, -yang barangkali- visi ini dapat menjadi bargaining bagi insan seni budaya untuk mempertanyakan kembali kepada pasangan “petahana” ini tentang tidak jelasnya nasib rencana pembangunan Gedung Taman Budaya baru di Kotabaru.
Pasangan Calon Nomor Urut 2
VISI
Terwujudnya kalimantan barat yang adil, demokratis, religius, sejahtera, dan berwawasan lingkungan
MISI
1. Mewujudkan pembangunan dan peningkatan infrastruktur Kalimantan Barat yang adil dan berkelanjutan.
2. Mewujudkan pemerataan pembangunan dari desa hingga kota.
3. Mewujudkan peningkatan Sumber Daya Manusia (SDM) Kalimantan Barat yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa.
4. Mewujudkan tata pemerintahan yang demokratis, kompeten dengan prinsip good governance dan good government.
5. Mewujudkan kesejahteraan tenaga pengajar dan tenaga kesehatan.
6. Mewujudkan perekonomian daerah yang berbasis potensi unggulan daerah serta mendukung perkembangan industri yang relevan sesuai dengan kearifan lokal.
7. Mewujudkan masyarakat yang damai dan sejahtera.
8. Memberikan kepastian hukum dan penegakan Hak Asasi Manusia (HAM) serta keadilan dan kesejahteraan gender.
9. Mewujudkan peningkatan kualitas lingkungan hidup dan Sumber Daya Alam (SDA).
10. Mewujudkan peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD).
11. Meningkatkan partisipasi generasi muda dan pengembangan ekonomi kreatif dalam pembangunan daerah.
Visi misi paslon nomor urut 2 ini berkesan sangat umum (jika tidak ingin mengatakannya masih abstrak), meskipun terasa ada semangat industri yang ingin dimunculkan mereka, terutama jika menilik pada bagian misi poin keenam. Namun karena keumumannya, poin nomor 6 ini berpotensi mengarah kepada “patahan metabolik”, yaitu terputusnya hubungan antara dua domain utama pembangunan; Domain Produksi (Extractive Sector) dan Domain Reproduksi (Care Sector).
Visi misi paslon nomor urut 2 ini masih membutuhkan pemaparan yang lebih deskriptif, yang barangkali dapat publik lebih saksikan pada sesi resmi debat cagub-cawagub.
Pasangan Calon Nomor Urut 3
VISI
Terwujudnya Masyarakat Kalimantan Barat Menanjak Bahagia
MISI
1. Meningkatkan kultur dan tata kelola pemerintahan yang bersih dan berwibawa (Good and Clean Governance).
2. Meningkatkan kualitas Sumber Daya Manusia (SDM) melalui pendidikan, kesehatan, dan pengentasan kemiskinan.
3. Mempercepat pembangunan infrastruktur yang didukung pengelolaan Sumber Daya Alam (SDA) yang berwawasan lingkungan (sustainable).
4. Meningkatkan kemandirian perekonomian melalui pengembangan potensi ekonomi lokal yang unggul berdaya saing tinggi.
5. Meningkatkan tata kelola kehidupan masyarakat aman dan kondusif melalui partisipasi masyarakat serta para pemangku kepentingan (stakeholders) dalam proses pembangunan.
6. Meningkatkan dan mengembangkan nilai-nilai keagamaan, budaya, serta nasionalisme yang didukung kearifan lokal dalam kehidupan masyarakat.
Ada nilai penyatuan (dari dimasukkannya unsur nasionalisme) serta semangat ketahanan budaya yang kuat pada visi misi paslon nomor urut 3. Ini bisa saja sebatas pengingat yang baik sebab di masa lalu tidak jarang kita bertubrukan dengan antarsatu sama lain dalam hal melakukan ini dan itu yang mana tidak jarang penyebabnya sebatas cara pandang yang berbeda antara misalnya orang desa dengan orang kota, dan orang kecamatan sama orang kabupaten.
Namun, keinginan penyatuan ini dapat terinterpretasikan malah menjadi “penyeragaman” yang cenderung eksklusif, sebab paslon nomor urut 3 ini kerap menggunakan jargon dalam bahasa politisnya, seperti; Menanjak Bahagia, dimana kalimat jargon ini membutuhkan kesamaan frekuensi terlebih dahulu dalam upaya penyebarannya.
Kebudayaan Sebagai Cultural Commons
Dalam konteks pembangunan nasional, kebudayaan sering dipandang sebagai sektor pinggiran yang kurang mendapat perhatian serius. Padahal, kebudayaan bukan hanya soal warisan sejarah atau ekspresi artistik, tetapi juga nilai-nilai, praktik sosial, dan pengetahuan yang menjadi dasar keberlangsungan hidup masyarakat, yang seharusnya diposisikan sebagai barang milik bersama (cultural commons) dimana perlu dilindungi, dirawat, dan dimanfaatkan dengan bijak untuk menjamin keberlangsungan reproduksi sosial-ekologis.
Hal ini sebenarnya sudahlah ditangkap oleh masing-masing calon, sehingga mereka mengakomodir dan menggambarkan dukungan atas pembangunan yang sesuai dengan kearifan lokal. Walau tak ada yang secara tekstual menggunakan budaya secara strategis, namun kalimat visi misi mereka menandakan masih adanya kepedulian dengan nilai-nilai adat budaya dalam konteks lokalitas.
Melawan Cultural Commons Model Komodifikasi Dan Vendorisasi
Cultural commons adalah hasil dari interaksi sosial yang melibatkan banyak orang selama bertahun-tahun, bukanlah ciptaan individu semata. Konsep ini menegaskan bahwa Kebudayaan bukanlah sesuatu yang bisa sepenuhnya dimiliki atau dikendalikan oleh individu atau entitas tertentu, melainkan kekayaan bersama yang harus dikelola dan dilindungi demi kesejahteraan publik.
Namun dalam praktiknya, banyak unsur cultural commons ini yang kemudian dikomodifikasi, dijadikan barang milik pribadi atau entitas tertentu, dan dimanfaatkan untuk keuntungan privat, seringkali tanpa penghargaan yang cukup terhadap sumber daya kolektif dari mana mereka berasal.
Selain komodifikasi, praktik kebudayaan yang berbasis anggaran semata, kerap diterjemahkan menjadi pelimpahan sepenuhnya secara brutal kepada suatu vendor (perusahaan), sehingga aspek pertemuan lintas sektor dalam upaya menjaga siklus pelumbungan kebudayaan tadi menjadi sulit dikongkretkan. Kegiatan menjadi kegiatan semata, tanpa capaian atau urgensi terhadap pemajuan kebudayaan.
Cultural commons sejatinya adalah “Siklus Pelumbungan” (perawatan, perluasan partisipasi masyarakat, pemanfataan, dan redistribusi) Kebudayaan yang bertujuan untuk mempertahankan dan memperkuat keberadaan masyarakat itu sendiri, serta memastikan bahwa mereka tidak terperangkap dalam proses privatisasi yang merugikan ekosistem Kebudayaan secara menyeluruh. []