Oleh: Sasandra Ahsya Tiara
Pameran Karya seni dengan Tema “Merawat Ingatan Warga” telah diselenggarakan tepatnya pada 8 Mei – 13 Mei 2024, bertempat di Cafe Port 99 Jalan Komodor Yos Sudarsono no. 99, Pontianak.
Digagas oleh Pontinesia, Susur Galur, IAI Kalbar Borneo Embassy kegiatan ini sukses menarik minat serta mengedukasi masyarakat khususnya di Kota Pontianak untuk lebih memahami makna budaya secara filosofis.
Kurator Gusti Enda Memaparkan Tema “Merawat Ingatan Warga” dipilih sebagai tawaran gagasan kuratorial, dimana “Budaya” terbentuk melalui ingatan kolektif manusia, dengan berbagai aspek yang menaunginya seperti psikologi, emosi, suatu aktivitas yang terus dilakukan berulang-ulang serta diyakini bersamaan dengan relativitas antara spiritual dan artistik.
Gusti Enda mengatakan kegiatan kolaboratif ini dilakukan karena adanya intensi dari para inisiator yang terlibat untuk menggabungkan berbagai perspektif, sehingga mampu menciptakan sesuatu yang lebih besar ketimbang melakukan gerakan pendekatan seni secara mandiri.
“Kegiatan kolaboratif kali ini turut memperluas pembacaan seputar ruang hidup masyarakat, memperkenalkan metode pengelolaan seni, dan memberikan pengalaman yang memperkaya eksplorasi visual para seniman lewat tema yang digagas. Adapun konsep yang digagas oleh para kurator dalam pameran tersebut adalah Interaksi antar-dimensi dan ruang sosial melalui praktik kolektif yang menempatkan kerja-kerjanya pada pembacaan wilayah. Konsep ini juga dipilih untuk memberikan ruang bagi interpretasi kreatif dan beragam dari para seniman yang berpartisipasi sebab menurut Gusti, seni tidak semata-mata berkutat di sekitar gagasan seniman dalam formulasi ide dasar penciptaan semata. Kebenaran juga berada dalam lokus metodologi dan bagaimana seni dapat memberikan wawasan mendalam tentang manusia dan kondisi sosial budaya hari ini” terangnya
Gusti Enda menambahkan “Pameran kali ini mengedepankan proses bersama dan saling belajar memahami lebih dalam tentang kompleksitas hubungan antara manusia dan lingkungan sekitar, bagaimana keterlibatan seni tidak hanya menjadi ruang rekreasi atau hanya sekedar wahana hiburan, tetapi juga menjadi alat komunikasi terhadap kemungkinan-kemungkinan baru yang muncul ketika sesuatu yang ada disekitar kita direkonstruksi menjadi narasi publik”
Uniknya dalam pameran tersebut terdapat Gerobak di tengah ruang pameran yang merepresentasikan ruang-ruang bermakna penting dalam membentuk subjektivitas yang dipersepsikan sebagai kepemilikan bersama dalam sebuah kelompok masyarakat. Membingkai ingatan bersama sebagai sebuah instalasi interaktif.
Gusti Enda berharap pameran ini dapat menjadi refleksi berkelanjutan tentang ingatan dan mampu mengorkestrasi hubungan yang fragmentaris, yang akan terus berkembang antara waktu, tempat, dan dapat menjadi pengalaman relasional yang terus menawarkan kemungkinan dialog dan praktik yang lebih luas lagi kedepannya.
Dalam pameran tersebut juga ditemui Widy Anggara, Fotografer yang sudah 6 tahun malang melintang di dunia fotografi menampilkan potret aktivitas masyarakat di tepian sungai kapuas, di Kelurahan Banjar serasan dan Tambelan Sampit yang merupakan spot foto favoritnya sekaligus tempat untuk menikmati sunset atau hanya sekedar jalan-jalan di Minggu sore.
Awalnya Widy sempat ragu untuk menyambangi tepian kapuas yang berada di Kelurahan Banjar Serasan dan Tambelan Sampit tersebut sebab ia merasa dirinya merupakan etnis minoritas (chinese) terlebih lagi ia menuturkan dirinya berkepribadian introvert sehingga rasa takut serta overthinking sempat menghinggapi dirinya kala itu. Namun setibanya disana semua kekhawatiran serta ketakutannya tidak terjadi, malah sebaliknya senyuman ramah warga menyambutnya dengan hangat, terlebih lagi panorama indah tepian kapuas saat sunset berhasil membuatnya jatuh hati sehingga, Widy yang awalnya hanya ingin iseng untuk memotret aktivitas warga di daerah tersebut menjadi berniat untuk meningkatkan potensi pariwisata yang ada di kota Pontianak.
Bicara tentang Pontianak tak akan lepas dari dua sungai besar yang membelah kota ini, Keceriaan anak-anak saat bermain ditepian Sungai Kapuas layaknya magnet yang menarik dirinya untuk terus mengeksplore daerah tersebut. Menyaksikan aksi lompatan mereka dari pagar waterfornt ke sungai ataupun dari jembatan diiringi dengan indahnya sunset, merupakan momentum mahal yang tak pernah membosankan untuk disaksikan.
Widy mengaku dirinya bercita-cita untuk membukukan potret anak-anak yang sedang bermain di tepian sungai kapuas dalam satu album yang bertajuk “Obat Rindu”.
“Mengingat Anak-anak di foto kelak sepuluh atau belasan tahun dari sekarang akan tumbuh besar menjadi orang dewasa, berkutat dengan kehidupan dan realitanya masing-masing. Beberapa mungkin akan menetap di Pontianak, mungkin juga akan ada yang pergi jauh merantau. Mereka bertambah usia dan dewasa. Mengingat Kota Pontianak akan senantiasa berkembang Kondisi sungai dan areal pesisir juga akan terus berubah seiring dengan berjalannya waktu ditambah dengan isu-isu lingkungan yang sebenarnya akan mengancam pemukiman di areal pesisir” ceritanya.
Besar Harapan Widy ketika anak-anak itu atau siapapun yang kelak melihat fotonya entah sepuluh atau belasan tahun dari sekarang, akan terobati rindunya dan dapat mengenang kehidupan masa kecil mereka yang penuh dengan keceriaan bersama sungai Kapuas. Barangkali sebagian dari mereka kelak akan jadi orang besar yang akan mengambil peran dalam pembangunan kota menjadi lebih baik.