Liputan Khusus Pegelaran Seni Pentas Teater Reportase

PERTUNJUKAN KARYA TARI GENOSIDA : Refleksi Peristiwa Mandor 28 Juni 1944

Pontianak, 21 Oktober 2024

“Jangan sesekali melupakan sejarah” atau “Jas Merah” adalah sebuah ungkapan sederhana dengan makna yang sangat mendalam. Artinya, agar tidak melupakan dan selalu mengenang setiap peristiwa bersejarah yang ada di Indonesia. Dimana, mengingat dan melestarikan sejarah juga merupakan bagian dari bentuk menghargai warisan budaya. Sebab, melalui sejarah dapat menjadikan kita memahami identitas dan budaya, baik itu sebagai individu maupun sebagai bangsa Indonesia. Melalui sejarah juga dapat menginspirasi agar terus menciptakan masa depan yang lebih baik dengan memahami bahwa masyarakat dan budaya mengalami perkembangan dari masa ke masa. Sehingga, terbentuklah identitas diri yang jauh lebih baik seiring dengan perkembangan zamannya.

Demikianlah yang dilakukan oleh Lembaga Sanggar Kijang Berantai. Sebagai salah satu upaya untuk mengenang peristiwa bersejarah yang pernah terjadi di Indonesia, khususnya di Kalimantan Barat. Diselenggarakanlah sebuah pergelaran bertajuk “Pertunjukan Karya Tari Genosida (Refleksi Peristiwa Mandor 28 Juni 1944)” pada Jumat malam, 18 Oktober 2024 bertempatkan di Selasar Dekranasda, Provinsi Kalimantan Barat. 

Melalui penampilan tari, Winando selaku koreografer merefleksikan korelasi antar seni dan peristiwa bersejarah berdasarkan aktualitas peristiwa yang kerap kali terikat sebagai perwujudan faktualitas yang relevansi melalui gerakan-gerakan tari yang dibawakan olehnya bersama sembilan rekannya yaitu Dani Kurniawan, Alda Anggrheini Maulina, Ayu Meydina, Nella Sherena, Mutia Afilla, Cici Harniyanti, Syarif Sandwi A. D. Al-Idrus, Ariel Pasha, dan Dwi Andika.

Menceritakan tentang sejarah peristiwa Mandor atau yang dikenal juga dengan istilah Oto Sungkup, yaitu peristiwa pembantaian massal yang menurut catatan sejarah terjadi pada tanggal 28 Juni 1944.

Dibuka dengan tarian yang menampakan sekumpulan orang yang sedang melakukan ziarah disertai kesedihan yang sangat mendalam, menjadikan suasana ruangan seketika terasa penuh khidmat dan sangat religius. Begitulah kira-kira gambaran prolog cerita sebelum tragedi yang sangat tragis dan memberi bekas luka  yang sangat besar terhadap masyarakat, khususnya di Kalimantan Barat, dimulai. 

Pertunjukan Karya Tari Genosida (Refleksi Peristiwa Mandor 28 Juni 1944) melalui gerakan tari yang sangat memukau dengan iringan musik yang sangat harmoni dan lighting yang sangat mendukung, merasuki jiwa penonton-membawa mereka ke masa dimana sebuah peristiwa penuh isak tangis, cemas, hening disertai rasa tegang dan penuh balutan ketakutan menjadikan pertunjukan tari ini terasa lebih hidup. Terlebih lagi pada saat adegan intimidasi yang dilakukan oleh Jepang kepada tokoh-tokoh Kalbar.

Akan tetapi begitulah masa perjuangan, sekalipun nyawa menjadi taruhan, perlawanan terhadap para penjajah-Jepang harus tetap dilakukan demi terwujudnya sebuah kebebasan-kemerdekaan. Maka dari itu, tampaklah pula gerakan tari yang mempolakan perkumpulan sekelompok masyarakat yang siap melawan dengan semangat juang bergelora. Sebelum berakhir diculik dan dibunuh oleh tentara Jepang yang mengetahui adanya rencana perlawanan yang akan dilakukan oleh para tokoh Kalbar.

Mengingat peristiwa ini memakan korban jiwa yang sangat banyak yaitu, 21.037 jiwa tanpa mengenal batas etnis dan ras yang dilakukan oleh tentara (Kaigun) Angkatan Laut Kekaisaran Jepang, di Kalbar. Menariknya, meskipun ini merupakan suatu tragedi pembantaian dan memakan banyak korban jiwa. Pada sesi pertunjukan ini juga menampilkan sebuah gerakan tari yang menunjukan adegan ritual penyembahan dewa matahari oleh tentara Jepang sebelum melakukan pembantaian kepada tokoh Kalbar. 

Pada masa itu, para tokoh Kalbar dan masyarakat yang tidak bersalah diperlakukan dengan sangat tidak manusiawi oleh tentara Jepang. Sehingga Kalbar kehilangan generasi cerdik pandai, terpelajar, dan tokoh politik yang diharapkan dapat menjadi modal fondasi awal membangun Kalbar saat itu. Dimana, hilangnya para tokoh ini digambarkan dengan jelas melalui gerakan tari yang mengisyaratkan para korban dibantai dan langsung dikuburkan secara bersamaan. 

Demikianlah penampilan Pertunjukan Karya Tari Genosida (Refleksi Peristiwa Mandor 28 Juni 1944) yang dibawakan oleh Lembaga Sanggar Kijang Berantai sebagai penerima program Fasilitasi Pemajuan Kebudayaan, BPK Wilayah XII. 

Sebagai sebuah pertunjukan yang diangkat berdasarkan latar belakang “Tragedi Mandor Berdarah”, yaitu suatu kejadian pembantaian massal di Kalbar. Menjadikan pertunjukan ini bukan hanya sekedar penampilan tarian sebagai bagian dari seni dan budaya, melainkan juga sebagai bentuk refleksi terhadap peristiwa bersejarah yang sangat menyayat hati para penonton yang hadir pada malam itu.

_ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _ _

Ditulis Oleh : Sasandra Ahsya Tiara

LEAVE A RESPONSE

Your email address will not be published. Required fields are marked *