Oleh: Feby Kartika Sari
Semakin hari krisis iklim mulai memunculkan dampaknya, seperti banjir, rob, angin puting beliung, dan lainnya. Selain dampak yang tampak melalui lingkungan, krisis iklim juga berdampak pada setiap lapisan masyarakat, seperti masyarakat adat, perempuan, dan termasuk orang muda. Tidak bisa mengelak lagi bahwa apa yang terjadi dengan iklim saat ini ialah akibat dari berbagai aktivitas eksploitasi alam secara berlebihan.
Terlepas dari dampak tersebut, kesadaran penuh dari sebagian lapisan masyarakat disadari dengan adanya aksi positif. Aksi kecil akan berdampak pada sikap menjaga alam dan melestarikan kekayaan alam. Hal kecil yang tampak sederhana namun berbuahkan hasil telah dilakukan oleh kelompok atau komunitas orang muda di Kota Pontianak dan Kabupaten Landak yang melakukan aksi melalui berbagai kegiatan seperti diskusi dan edukasi yang melibatkan kelompok muda lainnya.
Gaung Muda dan Jaga Himbak membuka ruang temu dengan membawa serangkaian kegiatan yang dinamai REDAKSI atau Ruang Edukasi dan Diskusi yang Menginspirasi mengusung tema Nonton bareng dan diskusi film “Climate Witness” dengan melibatkan mereka dalam sebuah kampanye/challenge aksi kecil yang dapat mereka lakukan untuk mengurangi krisis iklim. (12/07).
Kegiatan dilakukan pada dua titik yaitu di Kota Pontianak dan Kabupaten Landak. Khusus di Kota Pontianak diselenggarakan di Ruang Teater Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XII Kalbar (Jl. Letnan Jendral Sutoyo, Pontianak). Kegiatan dipantik oleh Arzetika Amanda dan tiga narasumber.
Pemantik pertama, Ya’m Andriyan Wijaya sebagai Ketua Fasilitator Forum Anak Kalimantan Barat, menyebutkan bahwa hari ini ialah kesempatan emas untuk kita mengemban tugas bersama.
“Isu lingkungan ini bukan hanya tugas dari Pemerintah, NGO atau LSM tapi juga kita para anak anak muda dan masyarakat untuk membangun narasi menjaga iklim.” terang Andriyan.
Sementara, Gusti Enda yang biasanya akrab dipanggil Enda, perwakilan komunitas Susur Gelur memaparkan bahwa Susur galur sebagai kerja disiplin yang fokus pada seni dan masyarakat yang bersifat tradisi sehingga bisa menjadi populer. Kerja-kerja digitalisasi yang erat kaitannya dengan cerita masyarakat yang kemudian diolah menjadi cerita baru yang berakhir pada bentuk kerja intelektual secara sosial budaya.
“Menceritakan kembali yang menjadi hak intelektual pemiliknya. Masyarakat hari ini dilibatkan secara dekat untuk memperkaya wacana seputar lingkungan yang berdampak dengan sesuatu sebab akibat peran manusia.”
Statement tersebut diamini dan dilanjutkan pula oleh Nurul Oktaviani perwakilan Keep Earth Borneo bahwa Keep earth borneo punya misi, meningkatkan kesadaran anak muda bahwa setiap kegiatan kita berdampak.
“kita semua saling terhubung, keep earth percaya bahwa kita saling terhubung. Susunan piramida paling bawah itu lingkungan. Bayangkan jika pondasi bawa tidak kokoh bagaimana diatasnya. Ketika kita menggunakan transportasi berlebihan maka kota menyumbangkan emisi karbon yang berlebih.
“Apa yang kita lakukan akan berdampak dikemudian hari. Kita bisa memilih masa depan tapi kita tidak bisa memilih kita mau tinggal di planet mana.” tegas Nurul.
Gusti Enda menutup kegiatan ruang temu ini dengan mnekankan bahwa kolaborasi bisa dilakukan dengan teman-teman seni yang dekat dengan sungai dan dibuat lebih fleksibel.
“Mungkin bisa bikin kegiatan secara fleksibel yang ngobrolin lintas disiplin, praktek seni bisa menjadi pesan atau menghibur sehingga bermakna bagi warga. Seringkali melakukan banyak kegiatan dengan masyarakat agar merasa lebih dekat. Yang penting ada rasa ingin dan ketertarikan.” tutup Enda.